38-Kesilapan-Umum-Di-Sekitar-Solat by Publish by HaR - HTML preview

PLEASE NOTE: This is an HTML preview only and some elements such as links or page numbers may be incorrect.
Download the book in PDF, ePub, Kindle for a complete version.

img4.png

Berikut merupakan beberapa contoh kesilapan yang seringkali dilakukan oleh mereka yang mengerjakan solat:

1. SOLAT TANPA ILMU

Orang yang mengerjakan solat tanpa ilmu tergolong dalam golongan orang yang tidak dapat dimaafkan kerana “kebodohan beragamanya”. Islam menitikberatkan ilmu.

Ilmu itu wajib didahulukan atas amal, kerana ilmu merupakan petunjuk dan pemberi arah amal yang akan dilakukan. Imam Bukhari meletakkan satu bab tentang ilmu dalam Jami' Shahihnya, dengan judul "Ilmu itu Mendahului Perkataan dan Perbuatan." Para pemberi syarah atas kitab ini menjelaskan bahwa ilmu yang dimaksudkan dalam judul itu hendaklah menjadi syarat bagi keshahihan perkataan dan perbuatan seseorang.

Kedua hal itu tidak dianggap shahih kecuali dengan ilmu; sehingga ilmu itu didahulukan atas keduanya. Ilmulah yang membenarkan niat dan membetulkan perbuatan yang akan dilakukan. Mereka mengatakan: "Imam Bukhari ingin mengingatkan orang kepada persoalan ini, sehingga mereka tidak salah mengerti dengan pernyataan 'ilmu itu tidak bermanfaat kecuali disertai dengan amal yang pada gilirannya mereka meremehkan ilmu  pengetahuan dan enggan mencarinya."

Rasulullah SAW pertama sekali memerintahkan umatnya untuk menguasai ilmu tauhid, baru kemudian memohonkan keampunan yang berupa amal perbuatan. Walaupun perintah di dalam ayat itu ditujukan kepada Rasulullah SAW, tetapi maksudnya juga mencakupi seluruh umatnya.

Firman Allah: ".….. Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba– Nya, hanyalah ulama’ (yakni golongan orang-orang yang berilmu)…. ..."  (Surah Fathir: ayat 28)

Ibarat orang yang berjalan di dalam gelap. Seorang membawa bekal sebuah lampu suluh. Manakala seorang lagi berjalan dalam kegelapan tanpa membawa bekal lampu suluh. Orang yang solat dengan bekal ilmu yang ada padanya samalah seperti orang yang berjalan dalam gelap yang membawa bekal sebuah lampu suluh. Tentu orang ini akan sampai ke tempat tujuannya. Sebaliknya, orang yang solat tanpa ilmu, dia diibaratkan seperti orang yang berjalan dalam gelap tanpa membawa bekal lampu suluh. Maka berjalanlah dia selama-lamanya dalam kegelapan itu! Sampai kiamatpun, dia tidak akan sampai ke tempat  tujuannya, sebabnya dia akan teraba-raba dalam kegelapannya itu. Begitulah perbandingan orang yang ‘solat dengan ilmu’, dengan ‘orang yang solat tanpa ilmu’.

Sabda Rasulullah SAW: "Sesungguhnya hamba yang melakukan solat yang diwajibkan  kepadanya ada yang mendapat ganjaran sepersepuluhnya, ada yang mendapat  sepersembilannya, ada yang mendapat seperdelapannya, ada yang mendapat  sepertujuhnya, ada yang mendapat seperenamnya, ada yang mendapat seperlimanya, ada  yang mendapat seperempatnya, ada yang mendapat sepertiganya, atau ada yang  mendapat setengahnya.” (Hadis riwayat Imam Abu Dawud, Nasa'i dan Ibnu Mubarak)Maka solatlah dengan ilmu. Bukan solat sekadar budaya atau Islam baka. Bagaimana hendak mencari ilmu tentang solat. Kita jangan pula lupa, wahyu pertama yang diturunkan kepada Rasulullah SAW yakni surah Al Alaq. “Bacalah…bacalah atas nama Tuhanmu………..”

Dengan banyak membaca, kita akan dapat mencari dan menimba ilmu. Jika kita tidak faham akan isi kandungan apa yang kita baca, bertanyalah kepada mereka yang arif. Bacalah kitab hadis yang banyak menerangkan tatacara solat yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Sebagai orang Islam, belilah dan simpanlah kitab-kitab hadis terutamanya kitab hadis Bukhari dan Muslim untuk kita jadikan rujukan kita. Bukan setakat hal ehwal solat sahaja yang akan kita temui dalam kitab-kitab hadis ini, malah segala hal ehwal kehidupan dunia dan akhirat boleh kita jadikan rujukan dan panduan beragama kita.

2. TIDAK MEMERHATIKAN KESEMPURNAAN WUDHUK

Ramai di kalangan kita tidak memerhatikan kesempurnaan wudhuk. Mereka berwudhuk ala kadarnya sahaja. Malah ramai di kalangan kita tidak mengetahui ilmu berwudhuk dengan sebenar-benarnya. Apa yang fardhu dan apa pula yang menjadi sunnahnya. Kesempurnaan solat bermula daripada kesempurnaan wudhuk!

img5.png

Kesempurnaan wudhuk dikembalikan kepada syarat ibadah secara mutlak yakni ikhlas kerana Allah dan ittiba (mengikuti contoh dari Rasulullah SAW, sebagaimana sabda beliau dalam sebuah riwayat Muslim, dari Utsman Radhiyallahu anhu, ia berkata : “Aku pernah melihat Rasulullah berwudhuk seperti wudhukku ini, lalu Rasulullah SAW bersabda:  ‘Barangsiapa berwudhuk seperti wudhukku ini, nescaya dosa-dosanya yang telah lalu  akan diampuni, sementara solat sunnahnya dan perjalanan menuju masjid menjadi  penyempurna bagi dihapuskan dosa-dosanya”

Mengenai wudhuk yang dilaksanakan Utsman Radhiyallahu anhu yang juga merupakan tatacara wudhuk yang dilaksanakan Rasulullah SAW dijelaskan dalam sebuah riwayat: Dari Humran Maula (bekas budak) Utsman radhiyallahu anhu, bahwasanya Utsman pernah meminta air wudhuk, kemudian beliau membasuh kedua telapak tangannya tiga kali,  kemudian berkumur-kumur, menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya, lalu  membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh kedua tangannya sampai siku tiga  kali, lalu tangan kirinya sama seperti itu, kemudian menyapu kepalanya, lalu membasuh  kedua kakinya yang kanan sampai kedua mata kaki tiga kali, kemudian yang kaki kirinya  sama seperti itu, lalu ia berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW berwudhuk seperti  wudhukku ini” (Hadis Muttafaq ‘Alaih)

Orang yang berwudhuk akan mendapatkan wajah yang bercahaya di akhirat kelak, sehingga Rasulullah SAW akan mengenali mereka sebagai umatnya. Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radiyallahu anhu, ia berkata : “Aku pernah mendengar kekasihku Rasulullah SAW bersabda: ‘Kemilau cahaya seorang mukmin (kelak pada hari kiamat) sesuai  dengan batas basuhan wudhuknya.”

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah bersabda : “Sungguh umatku kelak akan datang pada hari kiamat dalam keadaan (muka dan kedua tangannya) kemilau bercahaya kerana bekas wudhuk. Kerananya,  barangsiapa dari kalian yang mampu memperbanyak kemilau cahayanya, hendaklah dia  melakukannya (dengan memperlebar basuhan wudhuknya)” (Hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim).

Berikut merupakan fardhu wudhuk:

Wudhuk memiliki beberapa fardhu dan rukun yang ditertibkan secara berurutan. Jika ada salah satu di antara fardhu tersebut yang tertinggal, maka wudhuknya tidak sah menurut syariat. Fardhu wudhuk tersebut adalah sebagai berikut:

A. Niat - Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya amal perbuatan itu bergantung pada niatnya” (Hadis Riwayat Imam Bukhari dan Muslim). Niat adalah kemahuan dan keinginan hati untuk berwudhuk. Juga pada apa yang disebutkan pada hadis, bahwa niat itu bermuara pada hati, sedangkan melafazkannya bukanlah merupakan sesuatu yang disyariatkan.

img6.png

B. Membasuh Wajah atau Muka - Kewajiban membasuh wajah atau muka di dalam berwudhuk itu hanya sekali. Yaitu dari bahagian atas dahi sampai bahagian dagu yang bawah dan dari bagian satu telinga ke bahagian bawah telinga yang lain. Sebagaimana difirmankan oleh Allah Azza wa Jalla: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan solat maka basuhlah muka.” (Surah Al-Maidah: ayat 6) Air wudhuk itu harus mengalir pada wajah atau muka, kerana mengalir di sini bererti mengalirkan airnya ke serata wajah atau muka.

img7.png

C. Membasuh kedua tangan sampai ke siku - Yaitu sampai ke siku dan yang diwajibkan hanya satu kali saja, sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Kemudian tangan kalian sampai ke siku” (Surah Al-Maidah : ayat 6)

img8.png

D. Mengusap Kepala - Pengertian mengusap kepala adalah membasahi kepala dengan air. Hal ini seperti difirmankan oleh Allah Ta’ala : “Dan usaplah kepala kalian (Surah Al-Maidah: ayat 6). Dari Ali bin Abi Thalib Radhyiallahu anhu diriwayatkan mengenai sifat  wudhuk Nabi SAW, beliau mengatakan: “Beliau mengusap kepalanya satu kali” (Hadis riwayat Imam Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasa’i dengan isnad sahih).

Bahkan Imam At-Termidzi mengatakan bahwa yang lebih rajih (benar) mengenai usapan kepala adalah sebanyak satu kali saja. Selanjutnya, ada tiga cara yang diperoleh dari Rasulullah SAW, yaitu:

a. Mengusap Seluruh Kepala, di dasarkan pada riwayat: Dari Abdullah bin Zaid bin Ashim Radiallahuanhu, beliau berkata : “Rasulullah SAW mengusap kepalanya dengan kedua tangan, dari arah depan ke belakang dan dari arah belakang ke depan (Hadis Muttafaq ‘Alaih)

Dalam lafaz yang lain menurut riwayat keduanya (Imam Bukhari dan Muslim), “Beliau memulai dari bahagian depan kepalanya hingga menjalankan kedua tangannya ke  tengkuknya kemudian mengembalikan ke tempat semula”

Selain itu juga disyariatkan untuk menyertakan telinga pada saat mengusap kepala : Dari Abdullah bin Amr Radiallahuanhu, beliau berkata: “Kemudian beliau (Rasulullah SAW) mengusap kepalanya dan memasukkan kedua jari telunjuk ke dalam telinganya serta  mengusap bagian luar telinganya dengan kedua ibu jarinya.” (Hadis riwayat Imam Abu Dawud dan An-Nasa’i serta disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)

b. Membasuh Bahagian Atas Serban. Hal ini di dasarkan pada hadis yang diriwayatkan dari Amr bin Umayyah Radhiyallahu anhu, di mana ia menceritakan: Aku pernah melihat Rasulullah SAW mengusap bahagian atas serban dan kedua kakinya” (Hadis riwayat Imam Bukhari, Ibnu Majah dan Imam Ahmad). Berdasarkan pada hadis ini, maka wanita muslimah diperbolehkan membasuh muka dan mengusap bahagian atas kerudungnya dengan air.

c. Mengusap Bahagian Depan Kepala Dan Serban. Hal ini di dasarkan pada hadis dari Mughirah bin Syu’bah, dimana ia menceritakan: “Bahwa Nabi berwudhuk kemudian mengusap bagian depan kepala dan bagian atas surbannya serta kedua kaki”  (Hadis riwayat Imam Muslim)

Jika rambut seorang wanita muslimah dikepang, maka tidaklah cukup hanya dengan mengusap kepangan rambutnya saja. Kerana yang menjadi hukum pokok dalam hal ini adalah mengusap kepala. Pada sisi lain diperbolehkan membasuh bahagian depan kepala, sesuai dengan hadis dari Anas bin Malik Radiyallahu anhu, di mana ia menceritakan : “Aku pernah melihat Rasulullah SAW berwudhuk sedang beliau memakai serban dari Qatar.  Maka beliau menyelipkan tangannya dari bawah serban untuk menyapu kepala bahagian  depan, tanpa melepas surban itu.  (Hadis riwayat Imam Abu Dawud)

img9.png

E. Membasuh Kedua Kaki - Yaitu membasuh kaki hingga mencapai kedua mata kaki. Hal ini didasarkan pada firman Allah Azza wa Jalla: “Basuhlah kedua kaki kalian sampai kedua mata kaki” (Surah Al-Maidah : ayat 6)

Demikian itulah yang senantiasa dilakukan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh Umar Radhiyallahu anhu : “Rasulullah SAW pernah tertinggal di belakang kami dalam suatu perjalanan. Pada saat itu kami mengetahui datangnya waktu ‘asyar.  Kemudian kami berwudhuk dan membasuh kedua kaki kami. Sembari melihat ke arah  kami, beliau berseru dengan suara keras mengatakan: “dua atau tiga kali!” Celaka bagi  tumit-tumit (yang tidak kena air) dari siksaan api neraka”. (Hadis Muttafaq ‘Alaih) Para sahabat Rasulullah SAW telah bersepakat untuk membasuh kedua tumit hingga mata kaki.

F. Tertib dalam membasuh anggota-anggota tubuh di atas. Sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Maidah: ayat 6: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan solat, maka basuhlah muka dan tangan kalian sampai ke siku.  Kemudian sapulah kepala kalian serta basuhlah kaki kalian sampai kedua mata kaki”

Manakala berikut merupakan beberapa sunnah-sunnah wudhuk:

1. Gosok gigi sebelum memulakan wudhuk.

Hadis riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah ra.: Dari Nabi saw., beliau bersabda: “Seandainya aku tidak khuatir akan memberatkan orang-orang beriman (dalam hadis riwayat Zuhair, umatku), nescaya aku perintahkan mereka bersiwak  (membasuh/memberus gigi) setiap kali sebelum solat”.  (Hadis riwayat Imam Muslim No.370)

Dari Aisyah radhiyallahu anha bahawasanya Rasulullah SAW bersabda: “Menggosok gigi itu dapat membersihkan mulut dan mendapat keredhaan Allah Ta’ala.”  (Hadis riwayat Imam Baihaqi dan Nasa’i).

2. Membaca Bismillah di permulaan wudhuk.

Membaca Bismillah pada permulaan wudhuk - "Tidak sah (tidak sempurna) wudhuk bagi  siapa yang tidak menyebutkan nama Allah padanya" [Hadis Riwayat Imam Ibnu Majah 399, At-Tirmidzi 25,26. Abu Dawud 101, dan selain mereka. Menurut Syaikh Al-Albani : "Hadis ini sahih" Lihat Shahih Al-Jami'ish Shaghiir no. 7444. Sebahagian ulama’ mengatakan hukumnya wajib membaca Bismillah di permulaan wudhuk. Manakala sebahagian ulama’ pula mengatakan hukumnya sunnah sahaja. Adalah disyorkan supaya kita mengambil jalan selamat iaitu membaca Bismillah di permulaan wudhuk.

3. Membasuh kedua tangan hingga ke pergelangannya.

Humran, bekas hamba sahaya Utsman, mengatakan bahwa ia melihat Utsman bin Affan minta dibawakan bejana (air). (Dan dalam satu riwayat darinya, ia berkata, "Aku membawakan Utsman air untuk bersuci, sedang dia duduk di atas tempat duduk, lalu dia  berwudhu dengan baik). Lalu ia menuangkan air pada kedua belah tangannya tiga kali,  lalu ia membasuh kedua nya. Kemudian ia memasukkan tangan kanannya di bejana, lalu  ia berkumur, menghirup air ke hidung [dan mengeluarkannya]. Kemudian membasuh  wajahnya tiga kali, dan membasuh kedua tangannya sampai ke siku tiga kali, lalu  mengusap kepalanya, lalu membasuh kedua kakinya sampai ke dua mata kakinya tiga  kali. Setelah itu ia berkata, [" Aku melihat Nabi saw. berwudhu di tempat ini dengan baik,  kemudian] beliau bersabda, 'Barangsiapa yang berwudhuk seperti wudhukku ini,  kemudian [datang ke masjid, lalu] solat dua rakaat, yang antara kedua solat itu ia tidak  berbicara kepada dirinya [tentang sesuatu], [kemudian duduk,] maka diampunilah  dosanya yang telah lampau.'" (Hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim)

4. Berkumur dan menghirup air ke hidung. 

Sebelum membasuh muka, disunnahkan berkumur-kumur ( Madhmadhoh) dan Istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung lalu menghirupnya dan mengeluarkannya) Berdasarkan hadis:"Ertinya : ... Lalu Nabi membasuh kedua telapak tangan tiga kali kemudian berkumur-kumur dan istinsyaq (menghirup air ke hidung), lalu istintsaar (mengeluarkan  air dari hidung) lalu membasuh muka tiga kali…" (Hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim)

5. Meratakan air ke seluruh kepala dan telinga sekaligus. 

Hadis riwayat Imam Ahmad pula: “Bahawasanya Ibnu Abbas pernah melihat Rasulullah  SAW berwudhuk dan menyapu kepala dan telinganya dengan sekali sapu”.

Dari Abdillah bin 'Amr Radhiyallahu ‘anhu tentang sifat wudhu, berkata : "Kemudian Nabi SAW mengusap kepalanya dan memasukkan kedua jari telunjuknya ke  dalam kedua telinganya dan mengusap bahagian luar kedua telinganya dengan kedua ibu  jarinya" (Hadis hasan diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Nasa'i dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah - Taudihul Ahkam 1/166) Dan juga hadis Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu : "Sesungguhnya Nabi SAW mengusap kepalanya dan kedua telinganya baik bahagian luar mahupun yang bahagian dalam"  (Hadis sahih, disahihkan oleh Tirmidzi, Irwa’ul Ghalil no 90)  Dan ketika mengusapnya tidak perlu air yang baru. Berkata Ibnul Qayyim : "Tidak ada riwayat yang sabit dari Nabi SAW bahwasanya beliau mengambil air  yang baru untuk mengusap kedua telinganya".

Sedangkan hadis yang diriwayatkan oleh Baihaqi bahwa Nabi SAW mengambil air yang baru bukan dari air bekas mengusap kepalanya adalah dha'if. Yang sahih yaitu bahwasanya Rasulullah SAW mengusap kepalanya dengan air yang bukan sisa (untuk mencuci) kedua tangannya. (Taudlihul Ahkam 1/180). Hikmah diusapnya telinga selain untuk sempurnanya kebersihan telinga baik yang luar maupun yang dalam, juga membersihkan dosa-dosa yang telah dilakukan oleh telinga yakni mendengar hal-hal yang tidak sepatutnya didengar.

6. Merata-ratakan air di celah-celah jari tangan dan jari kaki serta janggut (jika ada).

Dari Laqith bin Sabrah Radhiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah SAW bersabda : ”Sempurnakanlah wudhuk, selai-selailah jari-jemari kamu…” (Hadis riwayar Imam Abu Dawud, no. 142; Tirmidzi, no.38; Nasa’i, no. 114 dan Ibnu Majah, no. 448)

7. Mendahulukan anggota kanan, kemudian anggota yang kiri.

“Adalah Rasulullah SAW menyukai dalam mendahulukan yang kanan ketika memakai  sandalnya, menyisir, bersuci dan dalam semua urusannya”.  (Hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim)

8. Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat Setelah Selesai Dari Wudhuk Dengan Ucapan:

img10.png

Ertinya: Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau Ya Allah, dan aku bersaksi  bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.

Tiada lain balasannya kecuali pasti dibukakan baginya pintu-pintu syurga yang bejumlah delapan, lalu ia masuk dari pintu mana saja yang ia sukai' (Hadis riwayat Imam Muslim, no. 234; Abu Dawud, no. 169; Tirmidzi, no. 55 ; Nasaaiy, no. 148 dan Ibnu Majah, no. 470)

9. Berjimat Dalam Menggunakan Air

"Adalah Rasulullah SAW berwudhuk dengan satu mud “. Hadis riwayat Imam Muslim no. 326, Ibnu Majah no. 267-268, At-Tirmidzi no. 56 dan 609 dan, An-Nasa'i no. 347.  "Barangsiapa mencuci lebih (dari tiga kali) maka ia telah berbuat kesalahan  dankezaliman." (Hadis riwayat Imam Abu Daud dan disahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa')

Rasulullah Saw melihat Sa'ad yang sedang berwudhuk, lalu baginda berkata, "Pemborosan apa itu, hai Sa'ad?"  Sa'ad bertanya, "Apakah dalam wudhuk ada pemborosan?"  Rasulullah SAW menjawab, "Ya, meskipun kamu (berwudhu) di sungai yang mengalir."  (Hadis riwayat Imam Ahmad)

10. Melaksanakan Wudhuk Di Rumah

Rasulullah SAW bersabda . "Barangsiapa yang berwudhuk di rumahnya, kemudian  berjalan ke masjid untuk melaksanakan kewajiban dari Allah (solat fardhu di masjid) dan  setiap langkahnya menghapuskan dosa dan langkah yang lain mengangkat derajat.”  (Hadis riwayat Muslim)

Ada yang mengatakan membasuh anggota wudhuk tiga kali tiga kali termasuk sunat. Sedangkan terdapat hadis yang mengatakan Rasulullah SAW membasuh anggota wudhuk sekali-sekali. Ada juga hadis mengatakan dua kali dua kali. Dan ada juga mengatakan tiga kali tiga kali.

Dalam hal ini kita hendaklah bijak menyesuaikan diri. Adalah diperhatikan di kebanyakan surau atau musolla terutamanya, ketika orang ramai beratur panjang untuk berwudhuk, cukuplah kita berwudhuk dengan sekali-sekali wudhuk sahaja. Apa yang penting ialah kesempurnaan wudhuk itu tetap terjaga dan tidak membazirkan air sebagaimana lumrahnya kita berwudhuk.

Berikut, mari kita semak hadis-hadis tersebut.

Dari Abu Abdillah RA, berkata: “Nabi SAW menjelaskan bahawasanya apa-apa yang  menjadi fardhunya wudhuk itu dilakukan sekali-sekali. Tetapi beliau juga pernah  berwudhuk dan melakukan fardhu-fardhunya itu dua kali dua kali, dan pernah juga  sampai tiga kali tiga kali. Nabi SAW tidak pernah melebihi tiga kali itu.” (Hadis riwayat Imam Bukhari).

Dari Ali RA .: “Sesungguhnya Nabi SAW ada berwuduk tiga kali, tiga kali”.  (Hadis riwayat Imam Tirmidzi).

Hadis riwayat Imam Ahmad pula: “Bahawasanya Ibnu Abbas pernah melihat  Rasulullah SAW berwudhuk dan menyapu kepalanya dan telinganya dengan sekali  sapu”.

Dari Ibnu Abbas, katanya: Nabi SAW berwudhuk sekali sekali yakni dalam membasuh  atau mengusap anggota itu hanya dilakukan satu kali satu satu kali saja.” (Hadis riwayat Imam Bukhari).

Dari Abdullah bin Zaid RA.: Bahawasanya Nabi SAW berwudhuk dua kali dua kali.”  (Hadis riwayat Imam Bukhari).

Daripada dalil-dalil di atas, jelaslah kepada kita bahawa Rasulullah SAW pernah berwudhuk sekali-sekali, pernah juga berwudhuk dua kali dua kali dan pernah juga berwudhuk tiga kali-tiga kali. Jumhur ulama memakruhkan kita menggunakan air yang berlebih-lebihan ketika berwudhuk.

Kesempurnaan wudhuk ialah dengan meratakan air ke anggota-anggota rukun wuduk sebagaimana yang disebutkan di atas. Rasulullah SAW pernah menegur sahabat yang tidak menyempurnakan wudhuk.

Dari Umar Ibn Khattab RA, katanya:  “Ada seorang lelaki berwudhuk, di kakinya  ketinggalan tempat tak terbasuh seluas kuku. Hal ini dilihat Rasulullah SAW lalu beliau  bersabda: Ulangilah wudhukmu dengan sempurna. Setelah diulanginya, barulah ia  solat.”  (Hadis riwayat Imam Muslim).

Dari Abu Hurairah RA., katanya: “Sempurnakanlah olehmu wudhukmu sebab  sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Celakalah bagi tumit-tumit yakni kaki yang  tidak dibasuh secara sempurna ketika melakukan wudhuk dari siksa api neraka.”  (Hadis riwayat Imam Bukhari).

3. LARANGAN ISBAL – KAIN ATAU SELUAR YANG LABUH  MENUTUPI MATA KAKI

Ramai di kalangan muslimin langsung tidak ambil berat, malah ada yang langsung tidak tahu menahu tentang larangan isbal. Mereka solat dengan kain atau seluar labuh menutup mata kaki. Sedangkan ia dilarang keras baik ketika solat mahupun di luar solat.

Isbal ertinya melabuhkan kain atau seluar hingga menutupi mata kaki, dan hal ini dilarang secara tegas baik kerana sombong ataupun tidak. Larangan isbal bagi laki-laki telah dijelaskan dalam hadis-hadis Rasulullah SAW yang sangat banyak, maka selayaknya bagi seorang muslim yang redha Islam sebagai agamanya untuk menjauhi hal ini. Namun ada  sebahagian kalangan yang dianggap berilmu, menolak (larangan) isbal dengan alasan yang rapuh iaitu dengan niat “tidak sombong” - maka diperbolehkan?!

Untuk lebih jelasnya, berikut dipaparkan perkara yang sebenarnya tentang isbal agar menjadi panduan bagi orang-orang yang mencari kebenaran.

Salah satu kewajiban seorang muslim adalah meneladani Rasulullah SAW dalam segala perkara, termasuk dalam masalah pakaian. Rasulullah telah memberikan batas-batas syar'i terhadap pakaian seorang muslim, perhatikan hadis-hadis berikut:.

Rasulullah SAW bersabda :Ertinya : “Keadaan sarung seorang muslim hingga setengah  betis, tidaklah berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis hingga di atas mata  kaki. Dan apa yang turun dibawah mata kaki maka bahagiannya di neraka. Barangsiapa  yang menarik pakaiannya kerana sombong maka Allah tidak akan melihatnya” (Hadis riwayat Imam Abu Dawud 4093, Ibnu Majah 3573, Ahmad 3/5, Malik 12. Disahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Misykah 4331)

Berkata Syaroful Haq Azhim Abadi rahimahullah: “Hadis ini menunjukkan bahwa yang sunnah hendaklah kain atau seluar seorang muslim adalah hingga setengah betis, dan dibolehkan turun dari setengah betis hingga di atas mata kaki. Apa saja yang dibawah mata kaki maka hal itu terlarang dan haram. [Aunul Ma’bud 11/103]

Dari Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata. Ertinya : Rasulullah SAW memegang otot betisku lalu bersabda, “Ini merupakan batas bawah kain sarung. Jika engkau enggan  maka boleh lebih bawah lagi. Jika engkau masih enggan juga, maka tidak ada hak bagi  sarung pada mata kaki” [Hadis riwayat Imam Tirmidzi 1783, Ibnu Majah 3572, Ahmad 5/382, Ibnu Hibban 1447. Disahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah 1765]

Dari Abi Juhaifah Radhiyallahu ‘anhu berkata. “Aku melihat Nabi SAW keluar dengan memakai Hullah Hamro' seakan-akansaya melihat kedua betisnya yang sangat putih”  (Hadis riwayat Imam Tirmidzi dalam Sunannya 197, dalam Syamail Muhammadiyah 52, dan Ahmad 4/308)

'Ubaid bin Khalid Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Tatkala aku sedang berjalan di kota Madinah, tiba-tiba ada seorang di belakangku berkata, "Tinggikan sarungmu!  Sesungguhnya hal itu lebih mendekatkan kepada ketakwaan." Ternyata dia adalah  Rasulullah SAW. Aku pun bertanya kepadanya, "Wahai Rasulullah, ini Burdah Malhaa  (pakaian yang mahal). Rasulullah menjawab, "Tidakkah pada diriku terdapat teladan?"  Maka aku melihat sarungnya hingga setengah betis” . (Hadis riwayat Imam Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364. Disahihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashor Syamail Muhammadiyah, hal. 69)

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya tentang seseorang yang memanjangkan seluarnya hingga melebihi mata kaki. Beliau menjawab: “Panjangnya baju, seluar dan seluruh pakaian hendaklah tidak melebihi kedua mata kaki, sebagaimana  telah tetap dari hadis-hadis Nabi SAW”  (Majmu' Fatawa 22/14)

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Walhasil, ada dua keadaan bagi laki-laki; dianjurkan yaitu menurunkan sarung hingga setengah betis, boleh yaitu hingga di atas kedua mata kaki.  Demikian pula bagi wanita ada dua keadaan; dianjurkan yaitu menurunkan di bawah mata kaki hingga sejengkal, dan dibolehkan hingga sehasta”  (Fathul Bari 10/320)

“Dari Abu Dzar bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka azab yang pedih.  Rasulullah menyebutkan tiga golongan tersebut berulang-ulang sebanyak tiga kali, Abu  Dzar berkata : "Merugilah mereka! Siapakah mereka wahai Rasulullah?" Rasulullah  menjawab: "Orang yang suka memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit

pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu." [Hadis riwayat Imam Muslim 106, Abu Dawud 4087, Nasa'i 4455, Darimi 2608. Lihat Irwa': 900]